TUGAS MANDIRI
PEMULIAAN POHON HUTAN
(PPH)
O
L
E
H
Nama
Erick Jeksen S
G11106006

FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSIRTAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2012
http://researcher-on-forest.blogspot.com/2012/07/tantangan-mengembangkan-clonal-forestry_08.html
http://researcher-on-forest.blogspot.com/2011/06/seedling-seed-orchard-dan-clonal-seed.html
A. PROGENY TEST
Uji keturunan (Progeny Test) adalah cara untuk menduga
susunan genetic suatu individu dengan meneliti sifat – sifat keturunannya. Uji
ini biasanya digunakan dalam program seleksi dan pemuliaan dan sangat berguna
untuk sifat – sifat mempunyai heritabilitas rendah. Oleh sebab itu, uji ini
dapat pula dianggap sebagai salah satu cara seleksi famili, bahkan suatu cara
seleksi yang palin tepat.
Uji
keturunan dalam seleksi
Dalam
uji keturunan ini kita memilih (menseleksi) induk yang memiliki nilai genetic
atau nilai pemuliaan (breeding value) yang tertinggi dengan menghitung daya
gabung (combining ability).
Ada
dua macam daya gabung, yaitu:
- Daya gabung umum (DGU), yang didasarkan atas keadaan (performance) keturunan dari hasil perkawinan satu induk dengan beberapa induk lain. Nilai DGU ini ½ dari nilai pemuliaan.
- Daya gabung spesifik (DGS), yang didasarkan pada keadaan keturunan dari hasil perkawinan dua induk.
Nilai
rata – rata satu keturunan (Progeny Value) yang dinyatakan dengan penyimpangan
(deviasi) dari nilai – nilai rata – rata keturunan dari semua keturunan adalah
:
Mxy = DGUx +
DGUY + DGSxy
Dimana: DGUx = daya gabung umu dari klon x (1/2 dari nilai
pemuliaan klon itu).
DGUY = daya gabung umum dari klon y
DGSxy = daya gabung
spesifik dari perkawinan antara klon x dan klon y.
Suatu
induk dikatakan mempunyai daya gabung umu yang baik apabila hasil perkawinannya
dengan sejumlah induk lainnya memberikan nilai rata – rata yang mendekati nilai
rata – rata keseluruhan perkawinan yang dilakukan. Sedangkan suatu induk
dikatakan mempunyai daya gabung spesifik yang baik apabila dalam suatu pasangan
perkawinan memberikan nilai yang jauh
lebih baik dari rata – rata keseluruhan perkawinan, dengan kata lain bahwa daya
gabung spesifik memperlihatkan keselektifitasan suatu induk bila disilangkan
dengan induk yang lain.
Daerah uji (test area) dan rancangan
percobaan
Yang
dimaksud dengan daerah uji disini adalah lapangan dimana uji keturunan
dilakukan. Untuk mengevaluasiperbedaan genetic antara family – family dengan
tepatpengaruh lingkungan dalam daerah uji harus terkontrol dan diusahakan
supaya konstan untuk semua family yang diuji. Pelaksanaannya tidaklah mudah,
karena uji keturunan harus dilakukan dilapangan (test area) yang keadaannya
sama dengan lapangan dimana anakan pohon berasal dari kebun biji akan ditanam
secara besar – besaran sebagai hutan tanaman.
Untuk
mengurangi “environmental error” dalam uji keturunan ini, daerah uji haris
diusahakan se – uniform mungkin dalam topografi, kesuburan tanah, dan
pengolahan tanah. Pada lapangan yang telah dipilih sebagai daerah uji
environmental error dalam uji keturunan dapat dikurangi dengan:
- ØMenggunakan petak – petak family yang kecil yang diatur dalam jajar – jajar (row)
- ØMengacak petak – petak family didalam blok atau replikasi, jadi menggunakan randomized completed blok. Design.
- ØMengatur petak – petak didalam replikasi sedemikian sehinnga semua variabilitas tempat tumbuh dapt disampel.
Menurut
pengalaman, petak – petak yang panjang dan sempit dan membujur kearah variasi tempat
tumbuh yang terbesar (misalnya, menaik atau menurun lereng) dapat mengatasi
sebagian besar pengaruh – pengaruh variabilitas lingkungan. Banyaknya replikasi
tergantung pada variabilitas tanah, tingkat ketelitian yang dikehendaki, dan
persediaan bahan tanaman (biji).Biasanya 5 atau 6 replikasi dianggap cukup
untuk berbagai jenis tanaman.
Replikasi
dari seluruh Progeny test dalam waktu dan ruang sering kali perlu, misalnya 6
replikasi dalam ruang dan 3 replikasi dalam waktu. Dengab demikian kita dapat
mengukur keadaan keturunan pada keadaan tanah dan iklim yang berlainan. Ini
penting untuk pohon – pohon kehutanan karena anakan yang berasal dari kebun
biji akan ditanam dilapangan dengan keadaan tanah dan iklim yang berbeda.
Replikasi dalam waktupun penting mengingat kemungkinan keragaman oleh
kekeringan dam investasi penyakit.
B. SEEDLING SEED ORCHARD DAN CLONAL SEED ORCHARD
Areal penghasil benih yang tingkatan kualitas genetiknya
terbaik adalah Kebun Benih ( Seed Orchard _SO). Secara umum
dikenal 2 SO yang dikembangkan untuk mendapatkan benih unggul berkualitas.
Dikatakan benih unggul berkualitas karena benih yang dihasilkan dari kebun
benih ini telah melalui seleksi genotype
dan phenotype. Tetua-tetuanya (induk)
juga diketahui dengan baik sehingga kemungkinan terjadinya perkawinan kerabat
sudah sangat diminimalisir.
Seedling Seed
Orchard (SSO) dibangun dengan informasi genotype dan phenotype dari Uji Genetik
atau Uji keturunan (Progeny Test). Material pembangunan Progeny Test diidentifikasi
dengan jelas dan diketahui informasi tetuanya. Ada dua jenis Progeny Test yaitu
:
- Progeny Test Half-sib
Yaitu Progeny
test yang dibangun dari material-material benih yang hanya diketahui informasi
tetua betinanya. Sehingga Progeny test yang dibangun adalah untuk melihat
bagaimana kemampuan induk betina menurunkan sifat-sifatnya kepada seluruh
keturunannya tanpa mengetahui pohon tetua jantannya. Benih Individu dari pohon
induk (pohon plus) dikumpulkan per pohon dan diberi identifikasi nomor atau nama dan disebut dengan Family atau seedlot. Nomor atau nama family biasanya tergantung
kepada pemulia yang melakukan seleksi dan pengumpulan benih individu tersebut.
Bisa juga gabungan antara huruf dan nomor , misalnya CSIRO Australia memberi
nomor BVG0008768, MM0000787, dsb, sedangkan organisasi lain misalnya hanya
memberi penomoran A1, A2, A3...dst
- Progeny Test Full-sib
Progeny Test
Half sib adalah progeny test yang dibangun dengan menggunakan material benih
yang diketahui informasi kedua tetuanya (jantan dan betina atau male and female). Tentunya ini merupakan
hasil perkawinan terkendali (control
pollination) yang dibuat secara sengaja oleh tenaga pemulia dalam
menentukan induk jantan dan induk betina. Perkawinan Induk Jantan dan Betina
diatur dengan design yang disebut dengan Mating Design , seperti Factorial Design, , Dialel design,
Single-pair mating design, dsb. Dengan design ini akan dihasilkan
perkawinan-perkawinan genotype yang diinginkan oleh pemulia (breeder). Hasil dari perkawinan silang terkendali
tersebut diberi nomor dan atau nama , dan hasil persilangan satu induk jantan
dengan satu induk betina disebut Family/seedlot. Family-Family yang dihasilkan
itu kemudian diuji di dalam Progeny Test.
Setelah Progeny Test dibangun,
maka dilakukan pengukuran dan analisa data untuk melihat nilai-nilai genetik
dari setiap family dan individu. Tentunya hal ini dilihat dari data pengukuran
phenotype misalnya Tinggi, Diameter, Kelurusan Batang, Percabangan, Ketahanan
Terhadap Serangan Hama Penyakit, Wood Density/kerapatan kayu , dsb. Kemudian
data itu dianalisa menggunakan persamaan-persamaan matematis dan statistika
untuk menentukan tingkat variasi genotype, variasi lingkungan dan interaksi
antara kedua variasi tersebut. Konsep seleksi genotype akan dijalankan pada saat analisa ini dengan tujuan menyeleksi genotype-genotype terbaik, dan pada kesimpulannya ditentukanlah
rangking family dan rangking individu dari plot Progeny Test tersebut.
Individu-Individu yang dipilih/diseleksi sebagai POHON PLUS dan akan digunakan
sebagai bahan pembangun SSO dan CSO.
1) SEEDLING SEED ORCHARD-SSO (Konversi
Progeny Test)
Pembangunan SSO yang umum dilaksanakan adalah dengan
mengkonversi Progeny Test menjadi SSO . Urutan-urutan pembangunannya adalah
sebagai berikut :
- Pembangunan Progeny Test dengan 50 family atau lebih. Jumlah family yang disyaratkan ini untuk mendapatkan peluang terdapatkan variasi genotype yang cukup besar untuk mendapatkan seleksi. Semakin banyak family yang diuji sebenarnya semakin baik, tetapi semakin banyak family semakin besar modal dan tenaga yang dibutuhkan serta persyaratan lahan untuk pembangunan progeny yang lebih sulit ditemukan. Rancangan (design) penelitian yang sering digunakan adalah Randomized Completely Block Design (RCBD) atau Rancangan Acak Lengkap Berblok atau dengan Rancangan Split Plot . Penentuan tree plot per family, bentuk plot, jumlah replikasi, dan design ditentukan oleh breeder dengan mempertimbangkan berbagai hal termasuk ketersediaan lahan, sumber daya manusia, jumlah bibit per family, keragaman family , dsb. Tetapi biasanya untuk Progeny Test yang akan dikonversi menjadi SSO umumnya dengan treeplot > 4 pohon (individu) per family per replikasi (ulangan) dan jumlah ulangan > 6.
- Pengukuran progeny test dilaksanakan secara periodik untuk mengetahui pertumbuhan tanaman dan nilai-nilai genetik.
- Pada umur ½ daur atau ½ rotasi dari umur yang diharapkan dilakukan analisa data genetik untuk mengetahui family dan individu terbaik. Daftar family dan inidividu terbaik dikonversi menjadi SSO sehingga dapat disebut juga disebutkan Progeny Test dikonversi menjadi SSO. Berapa jumlah family dan individu yang ditinggalkan di dalam SSO dipertimbangkan berdasarkan nilai-nilai genetik seperti heritabilitas dan genetic gain yang diharapkan. Tentunya jumlah pohon yang disisakan di dalam satu SSO dapat tergantung juga kepada jumlah benih yang diharapkan dari SSO tersebut dan ini akan berkaitan dengan kebutuhan produksi dan nilai kualitas benih yang dihasilkan.
- Family-family dan individu terjelek ditebang (di rouging) sehingga yang tersisa adalah family-family dan individu-individu terbaik di dalam SSO tersebut.
- Pemeliharaan pohon-pohon tinggal di dalam SSO dilaksanakan dengan pengendalian gulma , pengendalian hama penyakit, pemupukan dan pengamatan gangguan dari luar seperti ancaman kerusakan akibat orang lain, kebakaran, dan gangguan lainnya. Bentuk pemeliharaan yang dilaksanakan ditujukan untuk menjaga kesehatan pohon-pohon yang ada di dalam SSO tersebut agar dapat maksimal dalam memproduksi benih. Pengendalian gulma dapat disesuaikan dengan kondisi lapangan, sedangkan pemupukan dan pengendalian hama penyakit dapat dilaksanakan berdasarkan kondisi tanah di dalam SSO dan kondisi pohon. Untuk merangsang pembungaan biasanya pupuk P dan K sangat dibutuhkan , sedangkan untuk unsur N sangat dibutuhkan untuk pendorong terbentuknya tunas-tunas baru pasca pembuahan .
- Pengamatan masa pembungaan dan masa pemanenan.
- Pada saat pembuahan sudah berlangsung, maka dapat dilaksanakan pemanenan buah individu ataupun bulk (campur menjadi satu). Pemanenan buah secara individu kemudian mengoleksi benih individu yang diketahui induk betina dan tetuanya dapat digunakan untuk pembangunan Progeny Test Generasi berikutnya. Sedangkan pemanenan buah secara bulk (composite) dapat diperuntukkan untuk kepentingan operasional (produksi massal).
Secara singkat rangkaian pembangunan SSO hasil konversi
dari Progeny test dapat digambarkan dengan skema di bawah ini :
Biasanya pada saat pembungaan pertama kali, hanya
beberapa individu yang menghasilkan bunga dan jumlah bunga yang dihasilkan
masih sedikit. Untuk itu sering hasil pemanenan pertama kali dari SSO tidak
digunakan atau tidak dipanen. Hal ini menghindari resiko selfing dan inbreeding
yang masih tinggi.
2)
CLONAL SEED ORCHARD ( CSO)
Clonal Seed Orchard (CSO) dibangun dari individu-individu
terbaik (plus tree) dari Progeny Test yang telah dibangun sebelumnya. Apabila progeny test telah dirouging (dijarangi)
menjadi SSO, maka informasi family dan individu di dalam SSO harus tetap
dijaga, identifikasi nomor-nomor pohon dan tetuanya harus dipertahankan baik
secara dokumentasi di atas kertas, ataupun tanda-tanda pada masing-masing pohon
di lapangan.
Pohon plus-pohon plus yang terbaik dari Progeny test
tersebut di atas dipilih atau diseleksi
sebagai material pembangun CSO. Tentunya plus tree adalah individu-individu
terbaik dari berbagai parameter yang dikehendaki breeder.
Syarat-syarat plus tree untuk species fast growing seperti Acacia spp, Eucalyptus spp., Gmelina,
Paraserianthes, Anthocephalus
spp, dll adalah sebagai berikut :
-
Pertumbuhan cepat (ditandai dengan MAI Tinggi dan Diameter Pohon yang tinggi)
-
Berbatang lurus
-
Percabangan baik ( ukuran, sudut, dsb)
- Tajuk
proporsional ( menyebar merata )
- Tidak
terserang hama penyakit penting
- Sifat
kayunya sesuai dengan kebutuhan (industri yang membutuhkan)
Jumlah plus tree yang dipilih masuk ke dalam CSO
tergantung kepada tingkat analisa genetik pada progeny test dan nilai indeks
seleksi yang digunakan. Secara umum CSO
dibangun dengan minimal 30 individu plus tree yang terbaik dari Progeny test
(dengan asumsi ke 30 individu itu juga masih beragam provenancenya). Jika
progeny Test hanya dibangun dari family-family yang berasal satu atau dua provenance saja maka jumlah
individu yang seharusnya masuk ke dalam seleksi untuk CSO dapat ditingkatkan
menjadi > 50 individu.
Seluruh plus tree yang terseleksi, ditandai dan diberi
nomor sesuai dengan keinginan breeder. Yang utama adalah setiap pohon masih
jelas sejarah tetuanya dan posisinya di dalam plot Progeny Test.
Langkah
selanjutnya adalah sbb :
- Perbanyakan vegetatif masing-masing pohon plus, dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu cangkok (air layering), okulasi (budding), sambung (grafting) atau dengan metode lain yang dapat diterapkan sesuai dengan jenis pohon yang dikembangkan
- Jumlah perbanyakan didasarkan kepada jumlah ramet yang akan ditanam di dalam CSO .
- Persiapan lahan untuk CSO disesuaikan dengan rencana . Pemilihan lokasi CSO diharapkan mempunyai aksesibilitas yang tinggi, dekat dengan job site (base camp), arealnya relatif datar, dekat dengan sumber air, dan jika memungkinkan dikelilingi oleh species lain.
- Penanaman ramet-ramet di dalam CSO setelah lahan siap. Metode penanaman untuk areal CSO biasanya menggunakan design Rancangan Acak Lengkap Berblok (RCBD) dengan modifikasi atau disebut dengan Modified Randomized Completely Block Design ( M-RCBD). Modifeid artinya pengaturan posisi ramet di dalam masing-masing replikasi diatur sedemikian rupa sehingga posisi masing-masing ramet dapat terjaga jaraknya . Diharapkan antar Ramet dapat berjarak > 50 m. Diagram dibawah menunjukkan perbanyakan plus tree menjadi kumpulan ramet-ramet ( klon) sebagai material pembangun CSO dan sistem pengacakan klon di dalam CSO dengan Modified RCBD

Luas CSO yang dibangun didasarkan kepada kebutuhan benih
yang diharapkan akan dihasilkan .
Semakin luas CSO yang akan dibangun , maka semakin besar sumberdaya yang
dibutuhkan , terutama untuk mempersiapkan ramet-ramet yang akan ditanam dan
pembangunan CSO itu sendiri.
Berbagai kesulitan ditemukan pada teknik perbanyakan
pohon plus (Ortet) karena pohon plus sudah berumur tua yang
sulit untuk menghasilkan akar pada rametnya. . Pengalaman dengan melakukan
cangkok (air layering) pada A.mangium umur 4 tahun hanya dapat
menghasilkan akar 20-30% dari total yang dicangkok. Keberhasilan teknik okulasi
(budding) pada Gmelina arborea relatif
lebih baik, dengan teknik yang dilakukan orang yang sudah biasa melakukan dapat
menghasilkan keberhasilan 90%. Sementara pada sistem grafting (menyambung) pada Eucalyptus
pellita dapat menghasilkan 40-50% keberhasilan.
Berbagai problem akan ditemukan pada perbanyakan
vegetatif pohon-pohon tua dan juga bisa
beragam antar satu pohon dengan pohon lainnya. Sifat mudah tidaknya
menghasilkan akar menjadi salah satu karakteristik klon yang perlu diketahui
pada saat akan membangun CSO.
Produksi Benih dari
CSO
Untuk memperkirakan jumlah produksi benih yang dapat
dihasilkan dari CSO perlu diperhatikan hal-hal berikut ini :
1.Untuk menentukan atau mengestimasi produksi benih dari
CSO dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
Produksi
/tahun = Jumlah pohon di dalam CSO x % Pembungaan x Rata-rata produksi benih
per pohon/tahun
Untuk menentukan % pembungaan biasanya dilakukan dengan pengamatan beberapa
kali masa pembungaan , misalnya pada A.mangium
setiap musim buah hanya menghasilkan 80-90% individu di dalam CSO yang akan
menghasilkan bunga, sementara untuk Gmelina
arborea malah hanya bisa mencapai 50-60% dan untuk Eucalyptus spp. biasanya menghasilkan 80-90% .
Produksi Benih per pohon di dalam CSO sangat dipengaruhi
oleh kesuburan/kesehatan pohon , jarak tanam antar pohon dan kondisi
pembungaan yang terjadi. Kondisi pembungaan sangat baik terjadi ketika curah
hujan rendah. Selain itu serangan hama
penyakit juga akan menentukan jumlah benih yang dihasilkan per pohon. Berbagai
jenis hama penyakit dapat mengganggu tanaman-tanaman di CSO, sama halnya dengan
tanaman produksi yang ditanam untuk menghasilkan kayu.
2.Sistem
pemanenan pada CSO tidak jauh berbeda dengan sistem pemanenenan benih pada SSO.
Panen dapat dilaksanakan per individu atau dengan sistem bulk (composite). Panen dengan memisahkan benih-benih per individu
diperlukan untuk pembangunan Progeny Test Generasi ke dua (second generation), sedangkan panen dengan sistem bulk (composite) biasanya diperlukan
untuk kebutuhan produksi skala massal (penanaman).
3.Pembangunan Progeny Test dari benih-benih individual di
CSO sangat penting dilaksanakan untuk melakukan Rouging (penjarangan) klon-klon
yang ada di dalam CSO. Sekaligus untuk
mendapatkan pohon-pohon plus baru hasil persilangan alami yang terjadi di dalam
CSO karena sistem pengacakan yang telah dilakukan pada saat penanaman.
Secara singkat flow process pembangunan CSO digambarkan
dengan skema di bawah ini :
Siklus pembangunan CSO akan terus menerus bergulir sesuai dengan diagram di
atas dan seharusnya setiap generasi akan ada peningkatan kualitas genetik dari
masing-masing CSO. Diperlukan dukungan sumberdaya (manusia , waktu dan modal)
yang besar untuk dapat melaksanakan siklus itu dan semua itu tentunya
terbayarkan dengan kualitas benih yang semakin meningkat.
Tidak mudah menghasilkan benih berkualitas pada tanaman kehutanan
tanpa komitmen dan dukungan sumberdaya yang mencukupi tetapi dengan menjalankan
program breeding secara konsisten dan penuh komitmen maka
produksi benih unggul adalah hasil yang mudah diperoleh dan keberhasilan
pembangunan HTI akan lebih terjamin.
B. MENGEMBANGKAN CLONAL FORESTRY EUCALYPTUS
(PEMBANGUNAN CLONAL TEST DAN SELEKSI CLONE)
Setelah mendapatkan material
genetik vegetatif dari pohon plus dengan berbagai metode yang dapat
dikembangkan seperti dijelaskan sebelumnya yaitu dengan menumbuhkan trubusan (sprout) pohon plus kemudian memperbanyaknya
melalui stek (rooted cutting) dan salah satunya juga dengan bantuan Tissue
culture. Program pengembangan trubusan pohon plus dengan teknik tissue
culture hampir sama dengan proses
pembuatan bibit dengan rooted cutting (stek), hanya di dalam Laboratorium
Tissue culture proses perkembangbiakannya dengan teknik micropropagation seperti terlihat pada foto di bawah ini
Apapun cara yang ditempuh dalam
mengembangbiakkan pohon plus secara vegetatif, intinya material vegetatif itu
harus menghasilkan bibit yang seragan umur dan ukurannya sehingga layak
digunakan sebagai material pembangun clonal test.
Pembangunan clonal test dapat dijalankan dengan
sempurna jika jumlah bibit (ramet) masing-masing plus tree mencukupi untuk
kebutuhan penelitian sesuai dengan desain penelitian. Seperti disebutkan pada
tulisan sebelumnya, diperlukan sekitar 72 bibit (ramet) dari masing-masing
pohon plus untuk membangun 1 lokasi Clonal test dengan desain penelitian Rancangan
Acak Lengkap Berblok (Randomized
Completely Block Design-RCBD) dengan
jumlah replikasi 9 ulangan dan tree plot per replikasi adalah 12 pohon dalam
bentuk square plot (persegi) 3 x 4
tanaman. Sketsa RCBD untuk 50 klon
dengan tree plot 12 pohon per replikasi dapat dilihat di bawah ini
Desain ini dilakukan jika jumlah
bibit mencukupi, dan dapat dirubah sesuai dengan ketersediaan jumlah bibit,
lahan dan sumber daya lainnya yang
mempengaruhi desain penelitian. Tetapi paling tidak untuk memenuhi kaidah
statistika masing-masing klon memiliki minimal 36 bibit yang ditanam dalam 6
replikasi dengan tree plot 6 pohon/replikasi (dalam bentuk baris - row).
Rancangan Acak Lengkap Berblok (RCBD) merupakan rancangan penelitian
yang paling umum dilaksanakan untuk membangun Clonal Test. Permasalahan yang
sering terjadi adalah keterbatasan material bibit uji dari pohon plus.
Diperlukan ajusmen-ajusmen rancangan agar clonal test tetap terbangun terutama
mengatur tree plot per klon per replikasi.
Jika jumlah bibit per klon terbatas, bisa juga dipilih rancangan acak
lengkap berblok dengan single tree plot ( 1 bibit per replikasi) dengan jumlah
replikasi minimal 30.
Jika jumlah bibit seluruh klon
cukup tersedia banyak, maka rancangan penelitian dengan tree plot berbentuk
square (misalnya 3 x 4 tree per replikasi) menjadi pilihan yang paling ideal
untuk membangun clonal test. Bentuk
plotnya dibuat square (persegi) agar
diperoleh kondisi plot yang mirip dengan kondisi di lapangan nantinya jika klon
tersebut dikembangkan sebagai klon komersil.
Clonal test yang dibangun juga
harus multilokasi atau multisite seperti halnya progeny test multilokasi /
multisite. Penentuan jumlah lokasi uji juga sama dengan klassifikasi pada uji progeny
test (lihat tantangan #2 ) dan tidak akan dibahas lagi dalam bab ini. Pada intinya clonal test juga akan menentukan
GXE atau interaksi Genotype dan Environment dan dalam analisa datanya akan menggunakan
persamaan-persamaan statistik yang mirip dengan progeny test.
Pemeliharaan clonal test harus
dilaksanakan secara intensif agar benar-benar faktor lingkungan termanupulasi
dengan baik untuk memberikan potensi Gen klon dapat ditampilkan dengan
sempurna. Pengendalian gulma dan pemupukan menjadi hal yang krusial dan uji
clonal ini. Keseragaman kondisi lingkungan di dalam satu replikasi uji
diharuskan semaksimal mungkin terjaga agar semua klon yang diuji mendapat
perlakuan silviculture yang sama . Kita menginginkan semua klon dapat
menunjukkan potensinya dan akhirnya kita bisa memilih atau menyeleksi klon
terbaik dengan sangat fair (adil).
Sumber daya yang dibutuhkan untuk pembangunan
clonal test ini hampir sama dengan pembangunan progeny test. Untuk membangun
100 clon dalam clonal test dengan 3 lokasi akan diperlukan dana seperti
terlihat pada Tabel di bawah ini:
Dari Tabel di atas dapat dilihat bahwa untuk
membangun Clonal test 100 klon dengan 3 lokasi dan dengan Rancangan penelitian
menggunakan RCBD , 6 replikasi dan 12 tree plot / replikasi, maka dibutuhkan
dana sekitar 1 milyar rupiah atau USD
113.000,- sampai clone diseleksi/dipilih.
Seleksi clon yang dilakukan tentunya berdasarkan
karakter phenotype yang diharapkan oleh breeder dan tentunya disesuaikan dengan
tujuan pembangunan clonal test. Untuk masing-masing industri perkayuan ,
syarat-syarat karakteristik yang dibutuhkan juga berbeda misalnya untuk
industri pulp and paper biasanya dicari klon-klon yang memiliki syarat :
- cepat tumbuh
- produktivitas volume kayu tinggi
- pulp yield tinggi (mencakup basic
density dan pulp yield)
- zat esktraktif kayu yang rendah
- kelurusan batang bagus
- Percabangan sedikit dan kecil
- Ketahanan terhadap hama penyakit utama baik
Sementara untuk kayu pertukangan selain cepat
tumbuh, produktivitas volume tinggi , kelurusan batang , percabangan sedikit
dan kecil, serta ketahanan hama penyakit , biasanya juga melihat aspek silindrisnya
batang , pola serat kayu dan sifat-sifat fisika kayu lainnya.
Pemilihan klon terbaik di atas juga harus
mempertimbangkan kemudahan clon yang diseleksi untuk dikembangbiakan secara
vegetatif dalam skala massal (misalnya dengan stek - rooted cutting
– atau kultur jaringan/ tissue culture)
. Syarat-syarat vegetatif propagation yang sangat penting dipertimbangkan
adalah rooting ability (persentasi
kemampuan berakar) dan kemampuan menumbuhkan trubusan (shoot) dari klon tersebut di Nursery. Sangatlah penting untuk memilih klon yang
sesuai dengan kebutuhan operasional secara massal karena pembangunan clonal
forestry tujuannya ada pada skala operasional , bukan pada skala penelitian.
Setelah pemilihan the best clones (klon-klon terbaik) maka langkah selanjutnya adalah
bagaimana dengan sesegera mungkin mengembangkan klon-klon itu pada skala
operasional (produksi massa). Hal ini membutuhkan strategi yang hampir sama
ketika kita menemukan pohon plus pada progeny test dan harus sesegera mungkin
menghasilkan material vegetatifnya untuk membangun progeny test. Untuk ini ada beberapa strategi yang harus
dilaksanakan yaitu :
- Melakukan penebangan pohon – pohon yang termasuk dalam the best clones di Clonal test kemudian menumbuhkan sprout (trubusannya) , kemudian membuat material stek (rooted cutting) untuk membangun kebun pangkas (hedges orchard) . Hedges orchard yang dibangun dapat menggunakan sistem penanaman di lahan kemudian melakukan pemangkasan untuk mendapatkan material stek baik macrocutting (stek cabang) maupun microcutting (stek pucuk yang berukuran kecil) . Atau sistem kebun pangkas di dalam pot dengan sistem pemeliharaan yang lebih intensif.
- Melakukan penebangan pohon – pohon yang termasuk dalam the best clones di Clonal test kemudian menumbuhkan sprout (trubusannya) , kemudian membuat material eksplant di tissue culture (kultur jaringan) . Hasil eksplant tersebut kemudian dapat dijadikan bahan pembangun kebun pangkas (hedges orchard) . Hedges orchard yang dibangun dapat menggunakan sistem penanaman di lahan kemudian melakukan pemangkasan untuk mendapatkan material stek baik macrocutting (stek cabang) maupun microcutting (stek pucuk yang berukuran kecil). Atau sistem kebun pangkas di dalam pot dengan sistem pemeliharaan yang lebih intensif.
Kedua strategi tersebut dapat
digambarkan pada skema di bawah ini :
Flow Process pembuatan clonal forestry dengan
rooted cutting (stek) yang memanfaatkan trubusan (sprout) dari pohon-pohon di
dalam clonal test dan membuatnya menjadi kebun pangkas (hedge orchard)
|
Flow Process pembuatan clonal forestry dengan rooted cutting (stek) yang memanfaatkan
trubusan (sprout) dari pohon-pohon di
dalam clonal test untuk dikembangkan di dalam Lab . Tissue culture dan plantlet
dari Lab Tissue culture dipergunakan membangun kebun pangkas (hedge orchard) dan hasil kebun pangkas
dijadikan material rooted cutting.
Bisa juga hasil dari Lab . Tissue culture dimanfaatkan langsung sebagai
material bibit membangun tanaman operasional
Kedua strategy di atas mempunyai kelemahan dan
keuntungan masing-masing dan keputusan untuk menentukan strategi apa yang akan
digunakan dalam pembangunan clonal forestry sangat tergantung kepada kondisi
lembaga/instansi yang akan mengembangkan clonal forestry tersebut.
Perbedaan
untuk menjalankan Strategi 1 dan 2 di atas dapat dilihat pada Tabel di
bawah ini :
Keberadaan Lab. Tissue culture untuk bidang
kehutanan saat ini sudah berkembang sangat pesat terutama untuk mendukung
program clonal forestry Eucalyptus .
Sudah sangat umum perusahaan-perusahaan atau lembaga penelitian kehutanan yang
menjalankan clonal forestry memiliki laboratorium Tissue culture sebagai
infrastruktur standar yang harus dimiliki karena dengan teknologi kultur
jaringan program clonal frestry dapat dijalankan lebih cepat dan secara
kuantitatif hasil bibit yang dihasilkan dapat berjumlah lebih besar. Walaupun tentunya diperlukan dana dan sumber
daya yang lebih besar untuk pengadaan bangunan Laboratorium serta pekerja yang
menjalankan Laboratorium tersebut.
Pembangunan clonal test, pemilihan clone dan
pengembangbiakan clone yang terpilih dan terseleksi menjadi sebuah tahapan
penting dalam mencapai pembangunan Clonal forestry Eucalyptus. Tahapan demi tahapan harus dijalankan dengan serius dan
konsisten karena proses yang berhenti pada suatu phase dapat mengakibatkan
program clonal forestry kembali ke titik nol
Tidak ada komentar:
Posting Komentar