Selasa, 16 Oktober 2012





TUGAS MANDIRI

PEMULIAAN POHON HUTAN
(PPH)


O

L

E

H

Nama
Erick Jeksen S
G11106006





FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSIRTAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2012


http://researcher-on-forest.blogspot.com/2012/07/tantangan-mengembangkan-clonal-forestry_08.html
http://researcher-on-forest.blogspot.com/2011/06/seedling-seed-orchard-dan-clonal-seed.html


A. PROGENY TEST

Uji keturunan (Progeny Test) adalah cara untuk menduga susunan genetic suatu individu dengan meneliti sifat – sifat keturunannya. Uji ini biasanya digunakan dalam program seleksi dan pemuliaan dan sangat berguna untuk sifat – sifat mempunyai heritabilitas rendah. Oleh sebab itu, uji ini dapat pula dianggap sebagai salah satu cara seleksi famili, bahkan suatu cara seleksi yang palin tepat.
           
Uji keturunan dalam seleksi
            Dalam uji keturunan ini kita memilih (menseleksi) induk yang memiliki nilai genetic atau nilai pemuliaan (breeding value) yang tertinggi dengan menghitung daya gabung (combining ability).

            Ada dua macam daya gabung, yaitu:
  1. Daya gabung umum (DGU), yang didasarkan atas keadaan (performance) keturunan dari hasil perkawinan satu induk dengan beberapa induk lain. Nilai DGU ini ½ dari nilai pemuliaan.
  2. Daya gabung spesifik (DGS), yang didasarkan pada keadaan keturunan dari hasil perkawinan dua induk.

Nilai rata – rata satu keturunan (Progeny Value) yang dinyatakan dengan penyimpangan (deviasi) dari nilai – nilai rata – rata keturunan dari semua keturunan adalah :
Mxy = DGUx  +  DGUY  + DGSxy
Dimana: DGUx   = daya gabung umu dari klon x (1/2 dari nilai pemuliaan klon itu).
DGUY  = daya gabung umum dari klon y
DGSxy = daya gabung spesifik dari perkawinan antara klon x dan klon y.
Suatu induk dikatakan mempunyai daya gabung umu yang baik apabila hasil perkawinannya dengan sejumlah induk lainnya memberikan nilai rata – rata yang mendekati nilai rata – rata keseluruhan perkawinan yang dilakukan. Sedangkan suatu induk dikatakan mempunyai daya gabung spesifik yang baik apabila dalam suatu pasangan perkawinan   memberikan nilai yang jauh lebih baik dari rata – rata keseluruhan perkawinan, dengan kata lain bahwa daya gabung spesifik memperlihatkan keselektifitasan suatu induk bila disilangkan dengan induk yang lain.
Daerah uji (test area) dan rancangan percobaan
            Yang dimaksud dengan daerah uji disini adalah lapangan dimana uji keturunan dilakukan. Untuk mengevaluasiperbedaan genetic antara family – family dengan tepatpengaruh lingkungan dalam daerah uji harus terkontrol dan diusahakan supaya konstan untuk semua family yang diuji. Pelaksanaannya tidaklah mudah, karena uji keturunan harus dilakukan dilapangan (test area) yang keadaannya sama dengan lapangan dimana anakan pohon berasal dari kebun biji akan ditanam secara besar – besaran sebagai hutan tanaman.
            Untuk mengurangi “environmental error” dalam uji keturunan ini, daerah uji haris diusahakan se – uniform mungkin dalam topografi, kesuburan tanah, dan pengolahan tanah. Pada lapangan yang telah dipilih sebagai daerah uji environmental error dalam uji keturunan dapat dikurangi dengan:
  1. ØMenggunakan petak – petak family yang kecil yang diatur dalam jajar – jajar (row)
  2. ØMengacak petak – petak family didalam blok atau replikasi, jadi menggunakan randomized completed blok. Design.
  3. ØMengatur petak – petak didalam replikasi sedemikian sehinnga semua variabilitas tempat tumbuh dapt disampel.

Menurut pengalaman, petak – petak yang panjang dan sempit dan membujur kearah variasi tempat tumbuh yang terbesar (misalnya, menaik atau menurun lereng) dapat mengatasi sebagian besar pengaruh – pengaruh variabilitas lingkungan. Banyaknya replikasi tergantung pada variabilitas tanah, tingkat ketelitian yang dikehendaki, dan persediaan bahan tanaman (biji).Biasanya 5 atau 6 replikasi dianggap cukup untuk berbagai jenis tanaman.

Replikasi dari seluruh Progeny test dalam waktu dan ruang sering kali perlu, misalnya 6 replikasi dalam ruang dan 3 replikasi dalam waktu. Dengab demikian kita dapat mengukur keadaan keturunan pada keadaan tanah dan iklim yang berlainan. Ini penting untuk pohon – pohon kehutanan karena anakan yang berasal dari kebun biji akan ditanam dilapangan dengan keadaan tanah dan iklim yang berbeda. Replikasi dalam waktupun penting mengingat kemungkinan keragaman oleh kekeringan dam investasi penyakit.

B. SEEDLING SEED ORCHARD DAN CLONAL SEED ORCHARD

 

Areal penghasil benih yang tingkatan kualitas genetiknya terbaik adalah Kebun Benih ( Seed Orchard _SO). Secara umum dikenal 2 SO yang dikembangkan untuk mendapatkan benih unggul berkualitas. Dikatakan benih unggul berkualitas karena benih yang dihasilkan dari kebun benih ini telah melalui seleksi genotype dan phenotype. Tetua-tetuanya (induk) juga diketahui dengan baik sehingga kemungkinan terjadinya perkawinan kerabat sudah sangat diminimalisir.
Seedling Seed Orchard (SSO) dibangun dengan informasi genotype dan phenotype dari Uji Genetik atau Uji keturunan (Progeny Test). Material pembangunan Progeny Test diidentifikasi dengan jelas dan diketahui informasi tetuanya. Ada dua jenis Progeny Test yaitu :

  1. Progeny Test Half-sib
Yaitu Progeny test yang dibangun dari material-material benih yang hanya diketahui informasi tetua betinanya. Sehingga Progeny test yang dibangun adalah untuk melihat bagaimana kemampuan induk betina menurunkan sifat-sifatnya kepada seluruh keturunannya tanpa mengetahui pohon tetua jantannya. Benih Individu dari pohon induk (pohon plus) dikumpulkan per pohon dan diberi identifikasi nomor atau nama  dan disebut dengan Family atau seedlot.  Nomor atau nama family biasanya tergantung kepada pemulia yang melakukan seleksi dan pengumpulan benih individu tersebut. Bisa juga gabungan antara huruf dan nomor , misalnya CSIRO Australia memberi nomor BVG0008768, MM0000787, dsb, sedangkan organisasi lain misalnya hanya memberi penomoran A1, A2, A3...dst

  1. Progeny Test Full-sib
Progeny Test Half sib adalah progeny test yang dibangun dengan menggunakan material benih yang diketahui informasi kedua tetuanya (jantan dan betina atau male and female). Tentunya ini merupakan hasil perkawinan terkendali (control pollination) yang dibuat secara sengaja oleh tenaga pemulia dalam menentukan induk jantan dan induk betina. Perkawinan Induk Jantan dan Betina diatur dengan design yang disebut dengan Mating Design , seperti Factorial Design, , Dialel design, Single-pair mating design,  dsb.  Dengan design ini akan dihasilkan perkawinan-perkawinan genotype yang diinginkan oleh pemulia (breeder).  Hasil dari perkawinan silang terkendali tersebut diberi nomor dan atau nama , dan hasil persilangan satu induk jantan dengan satu induk betina disebut Family/seedlot. Family-Family yang dihasilkan itu kemudian diuji di dalam Progeny Test.

Setelah Progeny Test dibangun, maka dilakukan pengukuran dan analisa data untuk melihat nilai-nilai genetik dari setiap family dan individu. Tentunya hal ini dilihat dari data pengukuran phenotype misalnya Tinggi, Diameter, Kelurusan Batang, Percabangan, Ketahanan Terhadap Serangan Hama Penyakit, Wood Density/kerapatan kayu , dsb. Kemudian data itu dianalisa menggunakan persamaan-persamaan matematis dan statistika untuk menentukan tingkat variasi genotype, variasi lingkungan dan interaksi antara kedua variasi tersebut. Konsep seleksi genotype akan dijalankan pada saat analisa ini  dengan tujuan menyeleksi genotype-genotype terbaik, dan pada kesimpulannya ditentukanlah rangking family dan rangking individu dari plot Progeny Test tersebut. Individu-Individu yang dipilih/diseleksi sebagai POHON PLUS dan akan digunakan sebagai bahan pembangun SSO dan CSO.
1)      SEEDLING SEED ORCHARD-SSO (Konversi Progeny Test)

Pembangunan SSO yang umum dilaksanakan adalah dengan mengkonversi Progeny Test menjadi SSO . Urutan-urutan pembangunannya adalah sebagai berikut :
  1. Pembangunan Progeny Test dengan 50 family atau lebih. Jumlah family yang disyaratkan ini untuk mendapatkan peluang terdapatkan variasi genotype yang cukup besar untuk mendapatkan seleksi. Semakin banyak family yang diuji sebenarnya semakin baik, tetapi semakin banyak family semakin besar modal dan tenaga yang dibutuhkan serta persyaratan lahan untuk pembangunan progeny yang lebih sulit ditemukan. Rancangan (design) penelitian yang sering digunakan adalah Randomized Completely Block Design (RCBD) atau Rancangan Acak Lengkap Berblok atau dengan Rancangan Split Plot . Penentuan tree plot per family, bentuk plot, jumlah replikasi, dan design ditentukan oleh breeder dengan mempertimbangkan berbagai hal termasuk ketersediaan lahan, sumber daya manusia, jumlah bibit per family, keragaman family , dsb.  Tetapi biasanya untuk Progeny Test yang akan dikonversi menjadi SSO umumnya dengan treeplot > 4 pohon (individu) per family per replikasi (ulangan) dan jumlah ulangan > 6.
  2. Pengukuran progeny test dilaksanakan secara periodik untuk mengetahui pertumbuhan tanaman dan nilai-nilai genetik.
  3. Pada umur ½ daur atau ½ rotasi dari umur yang diharapkan dilakukan analisa data genetik untuk mengetahui family dan individu terbaik. Daftar family dan inidividu terbaik dikonversi menjadi SSO sehingga dapat disebut juga disebutkan Progeny Test dikonversi menjadi SSO.  Berapa jumlah family dan individu yang ditinggalkan di dalam SSO dipertimbangkan berdasarkan nilai-nilai genetik seperti heritabilitas dan genetic gain yang diharapkan. Tentunya jumlah pohon yang disisakan di dalam satu SSO dapat tergantung juga kepada jumlah benih yang diharapkan dari SSO tersebut dan ini akan berkaitan dengan kebutuhan produksi dan nilai kualitas benih yang dihasilkan.
  4. Family-family dan individu terjelek ditebang (di rouging) sehingga yang tersisa adalah family-family dan individu-individu terbaik di dalam SSO tersebut.
  5. Pemeliharaan pohon-pohon tinggal di dalam SSO dilaksanakan dengan pengendalian gulma , pengendalian hama penyakit, pemupukan dan pengamatan gangguan dari luar seperti ancaman kerusakan akibat orang lain, kebakaran, dan gangguan lainnya. Bentuk pemeliharaan yang dilaksanakan ditujukan untuk menjaga kesehatan pohon-pohon yang ada di dalam SSO tersebut agar dapat maksimal dalam memproduksi benih. Pengendalian gulma dapat disesuaikan dengan kondisi lapangan, sedangkan pemupukan dan pengendalian hama penyakit dapat dilaksanakan berdasarkan kondisi tanah di dalam SSO dan kondisi pohon. Untuk merangsang pembungaan biasanya pupuk P dan K sangat dibutuhkan , sedangkan untuk unsur N sangat dibutuhkan untuk pendorong terbentuknya tunas-tunas baru pasca pembuahan .
  6. Pengamatan masa pembungaan dan masa pemanenan.
  7. Pada saat pembuahan sudah berlangsung, maka dapat dilaksanakan pemanenan buah individu ataupun bulk (campur menjadi satu). Pemanenan buah secara individu kemudian mengoleksi benih individu yang diketahui induk betina dan tetuanya dapat digunakan untuk pembangunan Progeny Test Generasi berikutnya. Sedangkan pemanenan buah secara bulk (composite) dapat diperuntukkan untuk kepentingan operasional (produksi massal).

Secara singkat rangkaian pembangunan SSO hasil konversi dari Progeny test dapat digambarkan dengan skema di bawah ini :



Biasanya pada saat pembungaan pertama kali, hanya beberapa individu yang menghasilkan bunga dan jumlah bunga yang dihasilkan masih sedikit. Untuk itu sering hasil pemanenan pertama kali dari SSO tidak digunakan atau tidak dipanen. Hal ini menghindari resiko selfing dan inbreeding yang masih tinggi.

2) CLONAL SEED ORCHARD ( CSO)
Clonal Seed Orchard (CSO) dibangun dari individu-individu terbaik (plus tree) dari Progeny Test yang telah dibangun sebelumnya.  Apabila progeny test telah dirouging (dijarangi) menjadi SSO, maka informasi family dan individu di dalam SSO harus tetap dijaga, identifikasi nomor-nomor pohon dan tetuanya harus dipertahankan baik secara dokumentasi di atas kertas, ataupun tanda-tanda pada masing-masing pohon di lapangan.

Pohon plus-pohon plus yang terbaik dari Progeny test tersebut di atas  dipilih atau diseleksi sebagai material pembangun CSO. Tentunya plus tree adalah individu-individu terbaik dari berbagai parameter yang dikehendaki breeder. Syarat-syarat plus tree untuk species fast growing seperti Acacia spp, Eucalyptus spp., Gmelina, Paraserianthes, Anthocephalus spp, dll adalah sebagai berikut :
-         Pertumbuhan cepat (ditandai dengan MAI Tinggi dan Diameter Pohon yang       tinggi)
-         Berbatang lurus
-         Percabangan baik ( ukuran, sudut, dsb)
-         Tajuk proporsional ( menyebar merata )
-         Tidak terserang hama penyakit penting
-         Sifat kayunya sesuai dengan kebutuhan (industri yang membutuhkan)

Jumlah plus tree yang dipilih masuk ke dalam CSO tergantung kepada tingkat analisa genetik pada progeny test dan nilai indeks seleksi yang digunakan.  Secara umum CSO dibangun dengan minimal 30 individu plus tree yang terbaik dari Progeny test (dengan asumsi ke 30 individu itu juga masih beragam provenancenya). Jika progeny Test hanya dibangun dari family-family yang berasal  satu atau dua provenance saja maka jumlah individu yang seharusnya masuk ke dalam seleksi untuk CSO dapat ditingkatkan menjadi > 50 individu.

Seluruh plus tree yang terseleksi, ditandai dan diberi nomor sesuai dengan keinginan breeder. Yang utama adalah setiap pohon masih jelas sejarah tetuanya dan posisinya di dalam plot Progeny Test.

Langkah selanjutnya adalah sbb :
  1. Perbanyakan vegetatif masing-masing pohon plus, dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu cangkok (air layering), okulasi (budding), sambung (grafting) atau dengan metode lain yang dapat diterapkan sesuai dengan jenis pohon yang dikembangkan
  2. Jumlah perbanyakan didasarkan kepada jumlah ramet yang akan ditanam di dalam CSO .
  3. Persiapan lahan untuk CSO disesuaikan dengan rencana . Pemilihan lokasi CSO diharapkan mempunyai aksesibilitas yang tinggi, dekat dengan job site (base camp), arealnya relatif datar, dekat dengan sumber air, dan jika memungkinkan dikelilingi oleh species lain.
  4. Penanaman ramet-ramet di dalam CSO setelah lahan siap. Metode penanaman untuk areal CSO biasanya menggunakan design Rancangan Acak Lengkap Berblok (RCBD) dengan modifikasi atau disebut dengan Modified Randomized Completely Block Design ( M-RCBD). Modifeid artinya pengaturan posisi ramet di dalam masing-masing replikasi diatur sedemikian rupa sehingga posisi masing-masing ramet dapat terjaga jaraknya . Diharapkan antar Ramet dapat berjarak > 50 m.   Diagram dibawah menunjukkan perbanyakan plus tree menjadi kumpulan ramet-ramet ( klon) sebagai material pembangun CSO dan sistem pengacakan klon di dalam CSO dengan Modified RCBD


Luas CSO yang dibangun didasarkan kepada kebutuhan benih yang diharapkan akan dihasilkan .  Semakin luas CSO yang akan dibangun , maka semakin besar sumberdaya yang dibutuhkan , terutama untuk mempersiapkan ramet-ramet yang akan ditanam dan pembangunan CSO itu sendiri.

Berbagai kesulitan ditemukan pada teknik perbanyakan pohon plus (Ortet)  karena pohon plus sudah berumur tua yang sulit untuk menghasilkan akar pada rametnya. . Pengalaman dengan melakukan cangkok (air layering) pada A.mangium umur 4 tahun hanya dapat menghasilkan akar 20-30% dari total yang dicangkok. Keberhasilan teknik okulasi (budding) pada Gmelina arborea relatif lebih baik, dengan teknik yang dilakukan orang yang sudah biasa melakukan dapat menghasilkan keberhasilan 90%. Sementara pada sistem grafting (menyambung) pada Eucalyptus pellita dapat menghasilkan 40-50% keberhasilan.

Berbagai problem akan ditemukan pada perbanyakan vegetatif pohon-pohon tua  dan juga bisa beragam antar satu pohon dengan pohon lainnya. Sifat mudah tidaknya menghasilkan akar menjadi salah satu karakteristik klon yang perlu diketahui pada saat akan membangun CSO.

Produksi Benih dari  CSO

Untuk memperkirakan jumlah produksi benih yang dapat dihasilkan dari CSO perlu diperhatikan hal-hal berikut ini :

1.Untuk menentukan atau mengestimasi produksi benih dari CSO dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

Produksi /tahun = Jumlah pohon di dalam CSO x % Pembungaan x Rata-rata produksi benih per  pohon/tahun

Untuk menentukan % pembungaan  biasanya dilakukan dengan pengamatan beberapa kali masa pembungaan , misalnya pada A.mangium setiap musim buah hanya menghasilkan 80-90% individu di dalam CSO yang akan menghasilkan bunga, sementara untuk Gmelina arborea malah hanya bisa mencapai 50-60% dan untuk Eucalyptus spp. biasanya menghasilkan 80-90% .

Produksi Benih per pohon di dalam CSO sangat dipengaruhi oleh kesuburan/kesehatan  pohon ,  jarak tanam antar pohon dan kondisi pembungaan yang terjadi. Kondisi pembungaan sangat baik terjadi ketika curah hujan rendah.  Selain itu serangan hama penyakit juga akan menentukan jumlah benih yang dihasilkan per pohon. Berbagai jenis hama penyakit dapat mengganggu tanaman-tanaman di CSO, sama halnya dengan tanaman produksi yang ditanam untuk menghasilkan kayu.

2.Sistem pemanenan pada CSO tidak jauh berbeda dengan sistem pemanenenan benih pada SSO. Panen dapat dilaksanakan per individu atau dengan sistem bulk (composite). Panen dengan memisahkan benih-benih per individu diperlukan untuk pembangunan Progeny Test Generasi ke dua (second generation), sedangkan panen dengan sistem bulk (composite) biasanya diperlukan untuk kebutuhan produksi skala massal (penanaman).
3.Pembangunan Progeny Test dari benih-benih individual di CSO sangat penting dilaksanakan untuk melakukan Rouging (penjarangan) klon-klon yang ada di dalam CSO.  Sekaligus untuk mendapatkan pohon-pohon plus baru hasil persilangan alami yang terjadi di dalam CSO karena sistem pengacakan yang telah dilakukan pada saat penanaman.

Secara singkat flow process pembangunan CSO digambarkan dengan skema di bawah ini :



Siklus pembangunan CSO akan terus menerus bergulir sesuai dengan diagram di atas dan seharusnya setiap generasi akan ada peningkatan kualitas genetik dari masing-masing CSO. Diperlukan dukungan sumberdaya (manusia , waktu dan modal) yang besar untuk dapat melaksanakan siklus itu dan semua itu tentunya terbayarkan dengan kualitas benih yang semakin meningkat.
Tidak mudah menghasilkan benih berkualitas pada tanaman kehutanan  tanpa komitmen dan dukungan sumberdaya yang mencukupi tetapi dengan menjalankan program breeding secara konsisten dan penuh komitmen maka produksi benih unggul adalah hasil yang mudah diperoleh dan keberhasilan pembangunan HTI akan lebih terjamin.


B. MENGEMBANGKAN CLONAL FORESTRY EUCALYPTUS
(PEMBANGUNAN CLONAL TEST DAN SELEKSI CLONE)

Setelah mendapatkan material genetik vegetatif dari pohon plus dengan berbagai metode yang dapat dikembangkan seperti dijelaskan sebelumnya yaitu dengan menumbuhkan trubusan (sprout) pohon plus kemudian memperbanyaknya melalui stek (rooted cutting)  dan salah satunya juga dengan bantuan Tissue culture. Program pengembangan trubusan pohon plus dengan teknik tissue culture  hampir sama dengan proses pembuatan bibit dengan rooted cutting (stek), hanya di dalam Laboratorium Tissue culture proses perkembangbiakannya dengan teknik micropropagation seperti terlihat pada foto di bawah ini


Apapun cara yang ditempuh dalam mengembangbiakkan pohon plus secara vegetatif, intinya material vegetatif itu harus menghasilkan bibit yang seragan umur dan ukurannya sehingga layak digunakan sebagai material pembangun clonal test.

Pembangunan clonal test dapat dijalankan dengan sempurna jika jumlah bibit (ramet) masing-masing plus tree mencukupi untuk kebutuhan penelitian sesuai dengan desain penelitian. Seperti disebutkan pada tulisan sebelumnya, diperlukan sekitar 72 bibit (ramet) dari masing-masing pohon plus untuk membangun 1 lokasi Clonal test dengan desain penelitian Rancangan Acak Lengkap Berblok (Randomized Completely Block Design-RCBD)  dengan jumlah replikasi 9 ulangan dan tree plot per replikasi adalah 12 pohon dalam bentuk square plot (persegi)  3 x 4 tanaman.  Sketsa RCBD untuk 50 klon dengan tree plot 12 pohon per replikasi dapat dilihat di bawah ini

Desain ini dilakukan jika jumlah bibit mencukupi, dan dapat dirubah sesuai dengan ketersediaan jumlah bibit, lahan dan  sumber daya lainnya yang mempengaruhi desain penelitian. Tetapi paling tidak untuk memenuhi kaidah statistika masing-masing klon memiliki minimal 36 bibit yang ditanam dalam 6 replikasi dengan tree plot 6 pohon/replikasi (dalam bentuk baris - row).  

Rancangan Acak Lengkap Berblok (RCBD) merupakan rancangan penelitian yang paling umum dilaksanakan untuk membangun Clonal Test. Permasalahan yang sering terjadi adalah keterbatasan material bibit uji dari pohon plus. Diperlukan ajusmen-ajusmen rancangan agar clonal test tetap terbangun terutama mengatur tree plot per klon per replikasi.  Jika jumlah bibit per klon terbatas, bisa juga dipilih rancangan acak lengkap berblok dengan single tree plot ( 1 bibit per replikasi) dengan jumlah replikasi minimal 30.

Jika jumlah bibit seluruh klon cukup tersedia banyak, maka rancangan penelitian dengan tree plot berbentuk square (misalnya 3 x 4 tree per replikasi) menjadi pilihan yang paling ideal untuk membangun clonal test.   Bentuk plotnya dibuat square (persegi)  agar diperoleh kondisi plot yang mirip dengan kondisi di lapangan nantinya jika klon tersebut dikembangkan sebagai klon komersil.

Clonal test yang dibangun juga harus multilokasi atau multisite seperti halnya progeny test multilokasi / multisite. Penentuan jumlah lokasi uji juga sama dengan klassifikasi pada uji progeny test (lihat tantangan #2 ) dan tidak akan dibahas lagi dalam bab ini.  Pada intinya clonal test juga akan menentukan GXE atau interaksi Genotype dan Environment  dan dalam analisa datanya akan menggunakan persamaan-persamaan statistik yang mirip dengan progeny test.

Pemeliharaan clonal test harus dilaksanakan secara intensif agar benar-benar faktor lingkungan termanupulasi dengan baik untuk memberikan potensi Gen klon dapat ditampilkan dengan sempurna. Pengendalian gulma dan pemupukan menjadi hal yang krusial dan uji clonal ini. Keseragaman kondisi lingkungan di dalam satu replikasi uji diharuskan semaksimal mungkin terjaga agar semua klon yang diuji mendapat perlakuan silviculture yang sama . Kita menginginkan semua klon dapat menunjukkan potensinya dan akhirnya kita bisa memilih atau menyeleksi klon terbaik dengan sangat fair (adil).

Sumber daya yang dibutuhkan untuk pembangunan clonal test ini hampir sama dengan pembangunan progeny test. Untuk membangun 100 clon dalam clonal test dengan 3 lokasi akan diperlukan dana seperti terlihat pada Tabel di bawah ini:


Dari Tabel di atas dapat dilihat bahwa untuk membangun Clonal test 100 klon dengan 3 lokasi dan dengan Rancangan penelitian menggunakan RCBD , 6 replikasi dan 12 tree plot / replikasi, maka dibutuhkan dana sekitar  1 milyar rupiah atau USD 113.000,- sampai clone diseleksi/dipilih.

Seleksi clon yang dilakukan tentunya berdasarkan karakter phenotype yang diharapkan oleh breeder dan tentunya disesuaikan dengan tujuan pembangunan clonal test. Untuk masing-masing industri perkayuan , syarat-syarat karakteristik yang dibutuhkan juga berbeda misalnya untuk industri pulp and paper biasanya dicari klon-klon yang memiliki syarat :
-          cepat tumbuh
-          produktivitas volume kayu  tinggi
-          pulp yield tinggi (mencakup basic density dan pulp yield)
-          zat esktraktif kayu yang rendah
-          kelurusan batang bagus
-          Percabangan sedikit dan kecil
-          Ketahanan terhadap hama penyakit utama baik

Sementara untuk kayu pertukangan selain cepat tumbuh, produktivitas volume tinggi , kelurusan batang , percabangan sedikit dan kecil, serta ketahanan hama penyakit , biasanya juga melihat aspek silindrisnya batang , pola serat kayu dan sifat-sifat fisika kayu lainnya.

Pemilihan klon terbaik di atas juga harus mempertimbangkan kemudahan clon yang diseleksi untuk dikembangbiakan secara vegetatif dalam skala massal (misalnya dengan stek -  rooted cutting – atau kultur jaringan/ tissue culture) . Syarat-syarat vegetatif propagation yang sangat penting dipertimbangkan adalah rooting ability (persentasi kemampuan berakar) dan kemampuan menumbuhkan trubusan (shoot) dari klon tersebut di Nursery.  Sangatlah penting untuk memilih klon yang sesuai dengan kebutuhan operasional secara massal karena pembangunan clonal forestry tujuannya ada pada skala operasional , bukan pada skala penelitian.

Setelah pemilihan the best clones (klon-klon terbaik) maka langkah selanjutnya adalah bagaimana dengan sesegera mungkin mengembangkan klon-klon itu pada skala operasional (produksi massa). Hal ini membutuhkan strategi yang hampir sama ketika kita menemukan pohon plus pada progeny test dan harus sesegera mungkin menghasilkan material vegetatifnya untuk membangun progeny test.  Untuk ini ada beberapa strategi yang harus dilaksanakan yaitu :

  1. Melakukan penebangan pohon – pohon yang termasuk dalam the best clones di Clonal test kemudian menumbuhkan sprout (trubusannya) , kemudian membuat material stek (rooted cutting) untuk membangun kebun pangkas (hedges orchard) . Hedges orchard yang dibangun dapat menggunakan sistem penanaman di lahan kemudian  melakukan pemangkasan untuk mendapatkan material stek baik macrocutting (stek cabang)  maupun microcutting (stek pucuk yang berukuran kecil) . Atau sistem kebun pangkas di dalam pot dengan sistem pemeliharaan yang lebih intensif.
  2. Melakukan penebangan pohon – pohon yang termasuk dalam the best clones di Clonal test kemudian menumbuhkan sprout (trubusannya) , kemudian membuat material  eksplant di tissue culture (kultur jaringan) . Hasil eksplant tersebut kemudian dapat dijadikan bahan pembangun kebun pangkas (hedges orchard) . Hedges orchard yang dibangun dapat menggunakan sistem penanaman di lahan kemudian  melakukan pemangkasan untuk mendapatkan material stek baik macrocutting (stek cabang)  maupun microcutting (stek pucuk yang berukuran kecil). Atau sistem kebun pangkas di dalam pot dengan sistem pemeliharaan yang lebih intensif.












Kedua strategi tersebut dapat digambarkan pada skema di bawah ini :

Flow Process pembuatan clonal forestry dengan rooted cutting (stek) yang memanfaatkan trubusan (sprout) dari pohon-pohon di dalam clonal test dan membuatnya menjadi kebun pangkas (hedge orchard)
Flow Process pembuatan clonal forestry dengan rooted cutting (stek) yang memanfaatkan trubusan (sprout) dari pohon-pohon di dalam clonal test untuk dikembangkan di dalam Lab . Tissue culture dan plantlet dari Lab Tissue culture dipergunakan membangun kebun pangkas (hedge orchard) dan hasil kebun pangkas dijadikan material rooted cutting. Bisa juga hasil dari Lab . Tissue culture dimanfaatkan langsung sebagai material bibit membangun tanaman operasional

Kedua strategy di atas mempunyai kelemahan dan keuntungan masing-masing dan keputusan untuk menentukan strategi apa yang akan digunakan dalam pembangunan clonal forestry sangat tergantung kepada kondisi lembaga/instansi yang akan mengembangkan clonal forestry tersebut.

Perbedaan  untuk menjalankan Strategi 1 dan 2 di atas dapat dilihat pada Tabel di bawah ini :

Keberadaan Lab. Tissue culture untuk bidang kehutanan saat ini sudah berkembang sangat pesat terutama untuk mendukung program clonal forestry Eucalyptus . Sudah sangat umum perusahaan-perusahaan atau lembaga penelitian kehutanan yang menjalankan clonal forestry memiliki laboratorium Tissue culture sebagai infrastruktur standar yang harus dimiliki karena dengan teknologi kultur jaringan program clonal frestry dapat dijalankan lebih cepat dan secara kuantitatif hasil bibit yang dihasilkan dapat berjumlah lebih besar.  Walaupun tentunya diperlukan dana dan sumber daya yang lebih besar untuk pengadaan bangunan Laboratorium serta pekerja yang menjalankan Laboratorium tersebut.

Pembangunan clonal test, pemilihan clone dan pengembangbiakan clone yang terpilih dan terseleksi menjadi sebuah tahapan penting dalam mencapai pembangunan Clonal forestry Eucalyptus. Tahapan demi tahapan harus dijalankan dengan serius dan konsisten karena proses yang berhenti pada suatu phase dapat mengakibatkan program clonal forestry kembali ke titik nol

Tidak ada komentar:

Posting Komentar